Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur’an :
(فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6
“Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. Alam Nasyrah : 5-6).
Ada beberapa makna dan hikmah terkait dengan ayat diatas :
Pertama, ketika membaca ayat tersebut, kita semakin sadar bahwa kesulitan dan kemudahan adalah dua situasi yang selalu akan kita temui dalam kehidupan. Tidak mungkin setiap saat mengalami kesedihan, pun tidak mungkin setiap saat mengalami kesenangan.
Silih bergantinya kesenangan dan kesedihan adalah sebuah ritme yang mewarnai hidup ini. Ia bisa menjadi pilihan, tetapi juga terkadang lahir dari sebuah tekanan, paksaan, atau faktor yang lain.
Kedua, dalam dua ayat diatas disebutkan dua kata secara berulang, yakni al-‘usr (kesulitan) dan yusra (kemudahan). Kata al-‘usr adalah adalah bentuk isim ma’rifah (definitif), sebagaimana ditandai dengan imbuhan alif-lam di awalnya. Menurut kaidah bahasa Arab, “Jika isim ma’rifah diulang, maka kata yang kedua adalah sama dengan kata yang pertama, baik isim ma’rifah tersebut menggunakan alif -lam jinsi ataukah alif-lam ‘ahdiyah. “Dari sini, maka al-usr’ pada ayat kedua adalah al-‘usr pada ayat yang pertama, alias keduanya sama.
Sedangkan kata yusra (kemudahan) adalah bentuk isim nakirah (indefinitif). Sebagaimana kaidah dalam bahasa Arab, “secara umum, jika isim nakirah itu diulang, maka kata yang kedua berbeda dengan kata yang pertama.” Dengan demikian, yusra pada ayat yang kedua bukanlah yusra pada ayat yang pertama, alias keduanya adalah bertujuan
Dari penjelasan ini, maka kesulitan itu hanya ada satu, sedangkan kemudahan itu ada dua. Atau dengan kata lain, satu kesulitan itu diapit oleh dua kemudahan. Dalam hadis Nabi saw. dikatakan, “Satu kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan”
Atau bahwa kesulitan itu bisa didefinisikan. Apapun kesulitannya, bisa kita identifikasi. Sedangkan kemudahan itu datangnya bisa dari jalan mana saja, tak terdefinisi. Allah-lah yang mendatangkan kemudahan itu dari arah yang tidak disangka-sangka. Kita pasti pernah merasakan kemudahan ini, kemudian tersirat dalam hati dan pikiran kita, “Kok bisa ya, gak nyangka!”, “Kalo dipikir-pikir itu tidak mungkin, tapi ternyata bisa ya!”, atau kalimat semacamnya
Imam Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya, “Ada-pun penjelasannya adalah sebagai berikut: lafazh al-‘usri (kesulitan) dalam ayat tadi yang terdapat di dua tempat itu berbentuk ma’rifat (definitif). Ini menunjukkan arti bahwa kesulitan itu sebenarnya hanya satu (mufrad). Sedangkan lafazh yusran (kemudahan) berbentuk nakirah (indefinitif).
Ini menunjukkan bahwa kemudahan itu sebenarnya ada banyak (muta’addid). Karena itulah Nabi saw. bersabda, ”Satu kesulitan takkan bisa mengalahkan dua kemudahan” Itulah yang dimaksud dengan firman-Nya, ”Karena sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan’. al-usr yang pertama sama dengan al-‘usr yang kedua. Sedangkan yusr (kemudahan) itu ada banyak.”
Ketiga, kata al-‘usr (kesulitan) adalah menggunakan alif-lam yang memiliki fungsi istighraq (umum dan metyeluruh), yaitu mencakup segala macam kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimanapun sulitnya suatu urusan atau perkara, akhir dari setiap kesulitan adalah kenudahan. Dari sini, kita dapat mengambil pelajaran ungkapan yang mengatakan, “Badai pastilah berlalu (after a storm comes a calm), yaitu setelah ada kesulitan pasti ada jalan keluar”.
Keempat, dalam ayat diatas terdapat kata ma’a, yang asalnya bermakna “bersama”. Ini menunjukkan arti bahwa kemudahan akan selalu menyertai kesulitan dan bahwa kemudahan itu begitu dekat dengan kesulitan yang datang. Ibnu’ Asyrur dalam tafsirnya mengatakan, “Kata ma’a disini digunakan untuk selain hakikat maknanya,
karena al-‘usr (kesulitan) dan yusra (kemudahan) adalah dua hal yang bertentangan, jadi kebersamaan keduanya adalah hal yang mustahil. Dari ini, maka ma’iyyah (kebersamaan) itu tertentu sebagai isti’arah (majaz) atas dekatnya kemudahan mengiringi datangnya kesulitan.”
Dalam hadis Nabi saw. disebutkan, “Seandainya kesulitan itu datang, lalu batu ini masuk, maka sungguh akan datang kemudahan sehingga ia akan masuk ke dalamnya dan mengeluarkannya.”Para ulama seringkali mendeskripsikan, “Seandainya kesulitan itu memasuki lubang binatang biawak (yang berlika-liku dan sempit), maka kemudahan akan turut serta memasuki lubang itu dan akan mengeluarkan kesulitan tersebut.” Padahal lubang binatang biawak itu begitu sempit dan sulit untuk dilewati karena berlika-liku. Namun kemudahan akan terus menemani kesulitan, walaupun di medan yang sesulit apapun.